Tuesday, August 7, 2012

MEMBANTU ISTRI MENYUSUI= MENYENANGKAN!

@ID_AyahASI dan MommiesDaily bekerja sama untuk menurunkan beberapa artikel terkait ASI dan Menyusui dari sudut seorang Ayah. Artikel ini kami buat dalam rangka World Breastfeeding Week dan Pekan ASI Nasional. Berikut adalah salah satu artikel tersebut. Selamat Membaca.

MEMBANTU ISTRI MENYUSUI= MENYENANGKAN!
Saya termasuk orang yang nggak begitu mengenal dekat sosok Ayah. Nggak begitu banyak memori antara saya dan ayah saya. Almarhum ayah termasuk orang yang sibuk bekerja, mungkin gaji seorang PNS tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga, hingga sore hari pun harus tetap bekerja sebagai mantri di Puskesmas dekat rumah. Belum lagi kesibukannya sebagai pengurus RW dan pengurus salah satu underbow partai. Kami, nyaris sudah terbiasa tanpa sosok Ayah di rumah. Ketika beliau meninggal dunia pun, tidak terlalu lama kami beradaptasi tanpa kehadirannya, mungkin karena kami sudah terbiasa tanpa ada beliau. Meski kesedihan pasti ada, apalagi suasana Ramadan dan Idul Fitri.
Ketika saya punya anak, ada keinginan yang dalam untuk selalu dekat dengan anak. Bagaimanapun caranya dia harus punya memori sosok seorang ayah yang bisa menjadi teman. Saya sadar, seorang ayah memiliki waktu yang sangat terbatas untuk bisa bersama anaknya. Kita – para ayah – sesungguhnya hanya punya tujuh tahun pertama dalam kehidupannya untuk bisa dekat dengan anak kita. Di tujuh tahun kedua dia mulai sibuk dengan sekolah dasar dan teman-temannya. Di tujuh tahun ketiga sudah mulai pergi bersama teman-teman SMP-SMU-nya, mulai punya dunianya sendiri. Apalagi kalau kita beneran tenggelam dalam kesibukan. By the end of the day, kita mulai kangen masa-masa dia waktu kecil dan makan bersama keluarga menjadi formalitas belaka.

Saya nggak mau seperti itu, saya mau anak saya punya memori yang seru dalam masa pertumbuhan dengan Ayahnya. Itu kenapa, saya mau terlibat dalam proses menyusui. Awalnya, menyusui memang seperti monopoli si ibu dan si anak. Hampir tidak ada ruang untuk seorang ayah terlibat di dalamnya, apalagi kalau kita sudah menutup diri dan menganggap menyusui memang urusan istri. Masalahnya, menyusui nggak semudah seorang bayi menghisap payudara lalu ASI keluar begitu saja. Menyusui adalah bentuk komunikasi antara bayi dengan si ibu, antara tubuh bayi dengan tubuh ibu dan antara bayi, ibu dan ayah. Bagaimana mungkin?
Payudara memiliki cara kerjanya sendiri yang tidak bisa digantikan oleh alat secanggih apapun oleh ratusan profesor manapun. Ada dua hormon yang memiliki peranan penting dalam menyusui, yaitu hormon prolaktin dan oksitosin. Hormon prolaktin erat kaitannya dengan produksi ASI, sementara oksitosin erat kaitannya dengan kelancaran ASI yang keluar. Hebatnya, hormon oksitosin ini dipengaruhi oleh perasaan dan pikiran seorang ibu dan bisa dirangsang dengan sentuhan, gambar dan suara. Semua perasaan positif akan meningkatkan hormon oksitosin yang artinya akan membuat ASI deras keluar, sebaliknya jika banyak unsur negatif maka akan menghambat hormon oksitosin dan membuat ASI seret. Jadi, apa yang bisa kita – para suami – membantu istri dalam proses menyusui agar ASI tetap lancar dan bisa sukses hingga 2 tahun atau lebih?

Beberapa hal ini mungkin bisa dicoba:
  • Be A Nice Personal Assistant, jika sedang ada di rumah atau pulang kerja, terlibatlah dalam mengurus bayi, menggendongnya, membuat dia tertidur, menggantikan popok, ngajak ngobrol, bermain dan lainnya. Biarkan istri kita beristirahat sebentar. Kalo kita pulang ke rumah untuk beristirahat, lalu istri kita harus pulang kemana untuk beristirahat?
  • Be A Google Man, menyusui banyak tantangannya, mulai dari puting lecet hingga hasil perah yang mungkin menurun. Cari tahu dan banyaklah membaca tentang ASI dan Menyusui, istri kita pasti nggak punya cukup banyak waktu untuk membaca atau riset tentang ini. Gunakan teknologi untuk membantu, follow akun twitter yang berkaitan dengan menyusui.
  • Make your own surprise, istri selalu senang dengan kejutan kecil yang berarti. Yoih, kita nggak perlu membelikan dia tas Hermes dan LV terbaru atau satu setel daleman Victoria’s Secret untuk bikin dia senang. Tapi cukup membuatkan istri sarapan, makan malam atau sekedar memberikan pijitan tanpa diminta. Atau berikan waktu untuk menikmati waktunya sendiri di salon selama seharian. Rasa senang akan membuat hormon oksitosin meningkat dan ASI menjadi lancar.
  • Be A Guardian Angeldi Indonesia ada begitu banyak mitos seputar menyusui yang bisa memengaruhi semangat seorang ibu. Suami harus menjadi benteng pertahanan istri dari segala serangan mitos tersebut. Suami bagaimanapun adalah benteng terakhir seorang istri, jangan biarkan dia merasa berjuang sendirian mengurus anak. Percayalah, menjadi orangtua bukan tugas seorang istri. Menjadi orangtua bukan pekerjaan atau profesi, karenanya adalah tugas seorang suami dan istri untuk menjadi orangtua dan mengurus anak.
  • Best Nurse Ever, menghubungi dokter atau konselor laktasi mungkin akan memakan waktu agak lama ketika istri menemuai tantangan dalam menyusui, apalagi ketika puting lecet atau halangan lainnya. Cari tau segala hal tentang common problems pada menyusui dan cara mengatasinya. Jadilah perawat no.1 bagi istri ketika menyusui.
Last but not least: Find Your Own Support. Kita paling tahu siapa istri kita dan bagaimana membuat dirinya nyaman dan senang. Cari cara sendiri untuk memberikan dukungan buat istri kita. Apapun bentuknya pasti seorang istri akan menghargai usaha kita. Bukankah menikah itu untuk mencapai tujuan bersama? Kalau tidak berusaha bersama lalu apa jadinya?
Happy Breastfeeding.
@a_rahmathidayat


BREASTFEEDING-FATHER, APA MAKSUDNYA?


@ID_AyahASI dan MommiesDaily bekerja sama untuk menurunkan beberapa artikel terkait ASI dan Menyusui dari sudut seorang Ayah. Artikel ini kami buat dalam rangka World Breastfeeding Week dan Pekan ASI Nasional. Berikut adalah salah satu artikel tersebut. Selamat Membaca.

BREASTFEEDING-FATHER, APA MAKSUDNYA?

Breastfeeding-father. Secara sederhana adalah paduan pola pikir dan tindakan seorang ayah yang mendukung proses menyusui dari istri (ibu) ke anaknya. Bukan label, julukan, apalagi pangkat yang bisa dicapai dengan requirement-set tertentu, karena penerapannya bisa sangat relatif, bahkan sulit dirumuskan.
Pakar holistik, Reza Gunawan, pernah menyampaikan kepada kami suatu ilustrasi yang menarik, dan bisa dikaitkan dengan hal ini. Ia menyatakan, “Siklus kehidupan di mulai dari bersatunya energi feminin dan maskulin, dalam bentuk hubungan seks. Proses itu berlanjut pada kehamilan, lalu persalinan, menyusui, dan menjadi orangtua. Satu bagian dari proses tersebut tidak bisa terputus, karena menentukan kualitas mata rantai berikutnya.”
Penjelasan Reza itu menjadi modal pertama untuk menetapkan pola pikir kita sebagai ayah yang sudah berkomitmen menjalani kehidupan berkeluarga. Artinya, kita siap menghadapi setiap prosesnya dengan sadar. Saat menjalani hubungan seks, kita belajar untuk beraksi secara maksimal; terus meningkatkan kualitas relasi seksual dengan istri.

Ketika istri memasuki masa kehamilan, kita pun relatif paham untuk menjadi suami siaga. Kita mengisi kepala dengan pengetahuan, dan curiosity saat berhadapan dengan dokter kandungan, demi kelancaran dan kesempurnaan bayi yang berada di dalam kandungan istri.
Masa persalinan, kebanyakan dari kita sudah tangkas menghadapi situasi menegangkan ini. Begadang mendampingi istri di salah satu momen terpenting ini seperti perkara mudah, karena kita sudah terlatih untuk bertoleransi dengan kemampuan fisik, melalui pekerjaan, hingga pertandingan sepakbola.
Berikutnya, menyusui pun, sebetulnya tak sulit buat seorang ayah terlibat penuh dalam prosesnya. Bahkan, seorang laki-laki tidak perlu dilatih untuk menjadi ayah yang pro ASI. Ia hanya perlu sadar, bahwa ini adalah konsekuensi logis yang terbaik untuk istri dan anaknya, seperti saat menjalani tahapan-tahapan sebelumnya. Saat hal ini terjadi, seorang ayah akan mendorong seluruh kualitas kelaki-lakiannya untuk beradaptasi, menaklukkan situasi, dan (otomatis) memberikan kontribusi.
Pada tahap berkontribusi, ia akan dengan sadar memberi dukungan kepada istri, mendengarkan keluhannya dan menghiburnya, menjadi partner yang bersedia mengurangi beban berat seorang ibu yang menyusui, dengan berpartisipasi pada kegiatan yang bisa dilakukannya. Entah menggendong si anak, menyerdawakan setelah menyusui, memandikan anak, membuat makanan pendamping ASI, dan lainnya.
Keterlibatan suami, adanya pasangan di samping istri, yang membantunya mengatasi kelelahan fisik, cenderung membuat istri senang. Apalagi jika suami jadi lebih sering melakukan hal-hal yang membuat istri senang, dengan cara hubungan mereka; karena koneksi setiap pasangan itu khas. Rasa senang istri, akan berdampak sangat positif pada kelancaran proses menyusui. Dan pada titik ini, kesiapan sepasang suami-istri diuji untuk menjadi orang tua.
Ketika seorang laki-laki melewati setiap bagian di atas, ia sudah bertindak. Mungkin ada yang menyadari sejak awal, tapi banyak juga menjalaninya saja tanpa memikirkan how-to-nya. Ada yang menjalaninya dengan baik dari pertama, tak sedikit pula yang catch-up di tengah prosesnya. Both way, jika seorang ayah meyakini di alam pikirannya bahwa menyusui adalah proses yang tidak bisa di-skip dan ASI adalah yang terbaik untuk keluarganya; dan dia memberikan kontribusi nyata dengan caranya. There no possible way, that he is not a breastfeeding-father.

@bangaip


KEUNTUNGAN MEMBERIKAN ASI

@ID_AyahASI dan MommiesDaily bekerja sama untuk menurunkan beberapa artikel terkait ASI dan Menyusui dari sudut seorang Ayah. Artikel ini kami buat dalam rangka World Breastfeeding Week dan Pekan ASI Nasional. Berikut adalah salah satu artikel tersebut. Selamat Membaca.

KEUNTUNGAN MEMBERIKAN ASI

Ini serius mau bicara soal keuntungan memberikan ASI? Hehehe. Dari sisi yang mana? Keuntungan anak yang diberikan ASI? Rasanya tidak perlu panjang lebar diulas, karena ASI bukan pilihan dan tidak bisa dibandingkan dengan cairan selain air susu seorang ibu. Dan argumen dilontarkan untuk melawan argumen lain yang setara; then it’s not in this case, don’t you think? 


Mari kita mulai dari perhitungan yang paling sederhana: finansial. Hukum paling sederhana soal ini kira-kira begini, “Mana yang lebih menguntungkan? Bayar atau gratis?” Logika itu tidak memandang jenis kelamin, laki-laki atau perempuan, tahu persis jawabannya.
Keuntungan tambahan, terkait masalah keuangan, adalah soal alokasi. Pos kebutuhan rumah tangga tidak sekadar urusan sandang, pangan, dan papan. Kita tentu sangat paham, bahwa ada investasi lain yang tak kalah penting, yaitu pendidikan dan tabungan masa depan. Akan lebih menguntungkan jika profit finansial akibat pemberian ASI, dialokasikan untuk investasi jangka panjang ini.
Isu lain, untuk keluarga kelas ekonomi menengah, sampai rendah, hal di atas bisa jadi salah satu solusi menata cash flow rumah tangga. Tapi, untuk keluarga kelas ekonomi atas, nilai yang perlu dikeluarkan sebagai shortcut untuk meloncati lelahnya proses pemberian ASI, seolah tidak seberapa. Padahal, perspektif laki-laki yang bijaksana adalah mengatur alokasi dana secara efektif dan efisien. Prinsip manajemen ekonomi: dengan modal rendah, mendapatkan kualitas maksimal. That’s the true leader. Karena, dalam konteks ini yang “bicara” bukan hanya kapasitas, apalagi keberuntungan; tapi karakter. Laki-laki berkarakter, pasti lebih kuat.

Lucunya lagi, keluarga kelas ekonomi atas, yang cenderung menganggap remeh keuntungan finansial pemberian ASI, lazimnya berasal dari lingkungan yang berpendidikan layak dan baik. Manusia yang beruntung tumbuh dalam lingkungan itu, harusnya paham betul bahwa ASI adalah asupan terbaik untuk anaknya. Karena pendidikan, selalu mengarahkan manusia untuk tahu mana yang baik. Ketika meleset, mungkin ada yang salah dengan caranya mencerna pendidikan, apalagi dengan kualitas yang layak dan baik tadi.
Berikutnya, keuntungan memberikan ASI dari segi emosional. Proses menyusui bukan sebatas transfer cairan dari payudara ibu ke dalam tubuh si anak. Jauh lebih dalam dari itu, ada kesabaran yang diuji, ketahanan fisik yang ditempa, manajemen konflik, sampai pengembangan dan konsistensi teknik (pelekatan, pengaturan ASI perahan, dan lainnya); sebagai proses belajar yang membuat wawasan sepasang suami-istri semakin matang untuk menjadi orang tua, dan mendewasakan secara emosional.
Pemberian ASI bukan hanya soal bonding ibu dan anak, tapi juga ayah dan anak, serta ibu dan ibu. Saat ibu menyusui anak yang nyaman di dalam pelukannya, ayah yang memijat pundak si ibu di saat bersamaan; mungkin sambil menemani ngobrol tentang banyak hal. Lalu si ayah menggendong anak yang selesai menyusui, menyerdawakannya, memeluknya, membisikkan nyanyian pengantar tidur; adalah harmoni relasi manusia paling intim dan indah yang pernah ada. Momen yang tidak akan pernah bisa di-setting di luar masa menyusui.
Keuntungannya, mungkin tidak langsung dirasakan. Jika kita bisa segera memetakan keuntungan finansial, maka keuntungan emosional adalah investasi jangka panjang. Proses menyusui adalahcommunication training paling dasar dalam rumah tangga; antara ayah, ibu, dan anak. Mungkin, gantian ada yang mau menjawab, apa keuntungan pondasi komunikasi yang baik dalam sebuah hubungan? Apa pun bentuk hubungannya. Silakan.

TENTANG MENYUSUI DI DEPAN UMUM


@ID_AyahASI dan MommiesDaily bekerja sama untuk menurunkan beberapa artikel terkait ASI dan Menyusui dari sudut seorang Ayah. Artikel ini kami buat dalam rangka World Breastfeeding Week dan Pekan ASI Nasional. Berikut adalah salah satu artikel tersebut. Selamat Membaca.

TENTANG MENYUSUI DI DEPAN UMUM

Pernah ke Taman Safari atau Ragunan, kan? Kita selalu kagum kalau melihat seekor monyet lagi menyusui, sebuah peristiwa unyu yang langsung akan kita abadikan dengan smartphone terbaru lalu di-upload ke Twitter, Instagram, atau Path. Lalu, kurang keren apa menyusui bayi di tempat umum?
Kita beruntung hidup di Indonesia, yang secara turun temurun, meski banyak mitos yang beredar seputar ASI, namun menyusui masih cukup umum dilakukan. Kalau kita jalan di kampung-kampung misalnya, masih banyak ibu-ibu yang tidak sungkan mengeluarkan payudaranya agar si bayi tidak kelaparan. Saat film Si Unyil masih eksis, lagunya yang berjudul “Aku Anak Sehat” masih menyebutkan ASI dalam liriknya, dinyanyikan dalam setiap kesempatan oleh anak-anak dan orangtua. Sekarang? Hanya lirik seputar cinta yang dinyanyikan.
Di Amerika atau dunia barat secara umum, menyusui di tempat umum masih sering dianggap tidak sopan. Facebook contohnya, melarang publikasi foto ketika seorang ibu sedang menyusui, tapi membolehkan foto cleavage alias belahan payudara, aneh . Sementara di Indonesia, seorang ibu bisa dengan mudahnya mengeluarkan payudara di angkutan umum, pasar atau antrean puskesmas. Pertanyaan besarnya, jika banyak ibu yang bisa memberikan “makan siang” berupa susu botol dengan bebasnya di depan umum dan dianggap keren, kenapa yang seperti itu nggak berlaku juga buat bayi yang menyusui sebagai “makan siang”-nya? Toh, sama-sama memberi makan. Kata @drOei, Nursing = Feeding. Kalau orang lain minta dihormati agar ibu menyusui di tempat yang tertutup maka harusnya ibu menyusui juga harus dihormati dengan menyediakan tempat menyusui yang nyaman di mana saja dan kapan saja.

Jika permasalahannya adalah aurat, maka sekarang banyak alat untuk menutupinya, apron menyusui misalnya. Tapi sayang nggak ada alat untuk menutupi pikiran kotor bagi orang yang melihat seorang ibu sedang menyusui dan menganggap hal tersebut sebagai bentuk pornografi, get a life!
Nggak ada istilah orangtua gagal jika mereka tidak bisa memberikan anaknya ASI dengan sempurna hingga 2 tahun. Karena sesungguhnya masyarakat yang telah membuat mereka gagal memberikan ASI hingga 2 tahun. Ada begitu banyak mitos, ada begitu banyak tenaga kesehatan yang terang-terangan menganjurkan pemakaian susu formula tanpa indikasi medis dan ada banyak orang yang membuat seorang ibu menyusui sebagai pihak yang sok suci. C’mon, we are on the same side. Kita harusnya menuntut pemerintah karena telah membuat istri kita tidak bisa memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan atau bahkan 2 tahun. Kita harusnya menuntut pemerintah untuk menciptakan linkungan yang nyaman bagi ibu menyusui, harusnya kita menuntut pemerintah untuk “memaksa” semua tempat umum dan perkantoran menyediakan ruang menyusui agar si ibu tidak “membuat” makanan untuk anaknya di toilet dan harusnya kita – sebagai suami – juga berani memintakan izin kepada atasan istri agar memberikan waktu untuk memerah ASI di kantor. Nggak salah, kan, melindungi istri dan anak-anak kita?

Anyway, berikut sekedar kiat kalau emang istri kita mau menyusui di tempat umum:
  1. Gunakan baju menyusui yang memberikan akses mudah ketika akan menyusui, anak-anak nggak tentu waktunya kapan minta nenen bukan? Kalau belum bisa pergi ke mal, carilah di online shop.
  2. Jangan ketinggalan juga apron menyusui, sekarang ada banyak corak dan model, menyusui pada akhirnya bisa tetep gaya, kok.
  3. Menyusui pake baby sling/wrap, nggak perlu beli yang merek luar, sekarang banyak yang merek lokal dan nggak kalah kualitasnya. Biasanya disediakan juga cara menggunakannya atau bisa cek di YouTube, ada cara menggunakannya sambil menyusui.
  4. Gunakan nursing room yang meski nggak sebanyak smoking room di beberapa tempat umum. Jika tidak ada, bisa gunakan musala atau minta izin menggunakan ruang ganti pakaian.
  5. Latihan di rumah, dengan begitu kita bisa menemukan kiat dan trik yang nyaman buat menyusui di tempat umum.
Meski kadang masih banyak yang mencemooh menyusui di tempat umum, percayalah pada saat yang bersamaan sebenarnya kita sedang mengedukasi mereka. Bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan menyusui anak kita sendiri. Sampaikan kepada dunia, kalau kita sedang menyusui. Be proud.
@a_rahmathidayat


MENGHADAPI PEMASARAN SUSU FORMULA


@ID_AyahASI dan MommiesDaily bekerja sama untuk menurunkan beberapa artikel terkait ASI dan Menyusui dari sudut seorang Ayah. Artikel ini kami buat dalam rangka World Breastfeeding Week dan Pekan ASI Nasional. Berikut adalah salah satu artikel tersebut. Selamat Membaca.

MENGHADAPI PEMASARAN SUSU FORMULA

Pada saat seorang lelaki belum menikah atau baru saja menikah, mungkin tidak pernah merasakan keberadaan pemasaran susu formula. Mengapa ini bisa terjadi? Jawabannya sederhana: seorang lelaki yang belum menikah, baru menikah atau belum punya anak, bukanlah target market pemasaran susu formula.
Namun akan sangat berbeda ketika seorang lelaki berada pada situasi di mana istri positif hamil, hamil muda, hamil tua, dan melahirkan. Mendadak ke mana pun dia pergi, berbagai macam bentuk pemasaran susu formula mulai tampak. Mengapa demikian? Karena pada saat itu lelaki tersebut sudah menjadi target pasar susu formula: seorang calon ayah, atau baru menjadi ayah, yang tiba-tiba harus memikirkan apa yang dibutuhkan si bayi, mulai dari kesehatannya, kebutuhannya, asupan nutrisi dari susu atau makanan dan banyak lagi. Selain itu mereka mulai dibebani berbagai ekspektasi dari istri, mertua, orangtua, dan lingkungan sekitar, bahwa “Kamu akan segera menjadi ayah dan kamu harus bertanggung jawab untuk memberikan semua kebutuhan anak.”


Tepat pada saat kondisi yang cukup rentan inilah timbul kebutuhan untuk mendapatkan solusi yang memudahkan keadaan tersebut. Kebutuhan inilah yang sering kali dimanfaatkan oleh susu formula untuk masuk memasarkan produk tersebut sebagai bagian dari solusi.
Kapankah kondisi rentan tersebut terjadi? Umumnya kondisi tersebut terjadi di saat calon ayah atau ayah baru berada di tempat di mana dia membutuhkan bantuan, seperti ketika berada di lingkungan rumah sakit.  Walaupun sudah ada banyak peraturan dan etika pemasaran susu formula di Indonesia (yang bisa dilihat di sini: http://aimi-asi.org/peraturan/) namun banyak juga kreativitas para pemasar susu formula yang cukup canggih untuk membujuk mereka yang sebenarnya bisa berhasil ASI ekslusif, agar lebih memilih susu formula. Tentunya kita hanya bisa menduga-duga kompensasi apa saja yang diberikan oleh produsen susu formula kepada bidan, suster dan rumah sakit. Namun yang sudah pasti terlihat adalah keberadaan branding susu formula dan SPG yang mencatat nomor HP kita di rumah sakit bersalin.
Untuk menghadapi hal ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
  1. Sebelum menjadi Ayah atau bahkan saat masih single atau masih pacaran, ketahuilah tentang manfaat ASI sedini mungkin. Mengapa ini penting? Agar pada saat kondisi kita belum “rentan” (masih belum terbebani dengan berbagai tanggung jawab mengenai anak) siapkan dahulu fondasi pengetahuan kita mengenai manfaat dan pentingnya ASI ekslusif 2 tahun.
  2. Sebelum menjadi Ayah, cobalah berjalan di antara rak susu formula, kemudian lihat harganya, dan hitung, berapa pengeluaran kita untuk susu formula selama 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan 1 tahun, 2 tahun. Hal ini penting dilakukan untuk memotivasi para calon ayah untuk bersemangat menyukseskan ASI eksklusif 2 tahun. Coba hitung berapa banyak dana yang sebenarnya bisa dibelikan gadget dan hobi para ayah, atau coba lihat bila uang tersebut digunakan sebagai tabungan dana pendidikan anak sejak dini.
  3. Pastikan kita mengetahui hak-hak kita di rumah sakit. Hal ini bisa dikonsultasikan kepada teman-teman yang aktif di berbagai organisasi pendukung ASI, seperti AIMI untuk mengetahui hak apa saja yang kita punya. Sehingga kita tahu bahwa pemberian sufor harus mendapat persetujuan dari kita, bila terjadi tanpa sepengetahuan kita, maka produsen sufor tersebut bisa dilaporkan.
Intinya, satu-satunya cara untuk menghadapi  pemasaran susu formula adalah, dengan memperbanyak pengetahuan tentang ASI dan saling mendukung dan membantu berbagi informasi tentang manfaat dan kebaikan ASI.

@ShafiqPontoh

ASI OBROLAN IBU-IBU?

@ID_AyahASI dan MommiesDaily bekerja sama untuk menurunkan beberapa artikel terkait ASI dan Menyusui dari sudut seorang Ayah. Artikel ini kami buat dalam rangka World Breastfeeding Week dan Pekan ASI Nasional. Berikut adalah salah satu artikel tersebut. Selamat Membaca.


ASI OBROLAN IBU-IBU?


“Bapak-bapak ngomongin ASI? Okelah kita paham kalau bapak-bapak harus dukung istrinya dalam menyusui … tapi apa memang perlu bapak-bapak ini ngobrolin juga? Di antara laki-laki?”
Well…we got that A LOT! Nggak hanya dari sesama bapak tapi juga dari  para ibu juga. Malah kami nggak hanya ngomongin tapi juga KAMPANYE soal ASI! Agak sedikit freak, sih, ya, Membayangkannya? Hahahaha.
Jujur saja soal membahas ASI mungkin itu prioritas nomor paling buntut buat pria. Salah satu hal yang nggak akan kita pikirkan kecuali kalau sudah harus, disodorin di depan mata atau terpaksa.
Tapi tahukah Anda menurut dr. Utami Roesli, SpA, “Penelitian menunjukkan, dari 115 ibu yang suaminya tidak memberikan dukungan, ternyata tingkat keberhasilannya 26,9 persen. Sementara pada kelompok ibu menyusui yang mendapat dukungan dari ayah, tingkat keberhasilannya hampir 100 persen, yakni 98,1 persen.”

Jadi ternyata bapak-bapak ini ada gunanya juga dalam proses menyusui dan justru penting sekali, lho!
Waktu Diba (Sekjen AIMI) pertama mengundang ketemuan sama  para bapak yang menjadi cikal bakal ID_AyahASI ini soal dukung-mendukung ASI, agak bingung juga, sih, ya kami mau melakukan apa. Di pertemuan tersebut yang kami lakukan adalah berbagi mengapa mendukung pemberian ASI, kami saling mendengar problem, dan juga ilmu yang dibagi oleh para bapak ini.
Ternyata kesimpulan kami saat itu adalah kampanye pemberian ASI di Indonesia selama ini SAMA SEKALI tidak menyentuh para pria yang kenyataannya adalah rekan terdekat ibu dan seperti hasil penelitian di atas, mempunyai pengaruh signifikan terhadap keberhasilan menyusui. Banyak bapak  di luar sana yang mungkin ingin mendukung tapi tidak tahu caranya, gengsi untuk bertanya dan bantu-bantu takut disangka nggak macho, dan lain sebagainya.
Selain itu juga, karena di Indonesia umumnya support group ASI diinisiasi oleh ibu-ibu, terasa agak sulit untuk para bapak untuk ikut bergabung dan aktif.
Pada saat itulah kami beberapa bapak-bapak yang sedikit kurang kerjaan dan merasa peduli untuk mengembangkan kampanye ASI kepada para bapak mulai kasak kusuk mengenai apa yang bisa dilakukan.
Karena kebetulan kami para bapak-bapak ini pria juga, hal yang pasti kita sadari dan ketahui itu adalah: pria itu egonya tinggi! Nggak ada, tuh, ceritanya kita bisa dipengaruhi dengan cara digurui kalau kita nggak ingin tahu dan apalagi kalau pakai cara disindir-sindir sama istri (atau paling parah, orang lain).“We, men, are capable of taking care of ourselves and our families!”; “We know what’s best for my family!”begitu mikirnya. Tapi untungnya, pria itu umumnya cara berpikirnya sederhana. Logika sederhana seperti keuntungan dari segi finansial karena mendukung menyusui, bukti-bukti ilmiah kebaikan menyusui dan ditambah bisa kasih yang terbaik untuk anak dan istri tanpa harus punya nama belakang ‘Sampoerna’ cukup menjadi motivasi seorang pria untuk mau mendukung pemberian ASI kepada anaknya.
Pendekatan kampanye kepada para bapak juga lebih mudah karena kita tidak diribetin oleh masalah-masalah tipikal dan sensitif para ibu (dianggap nge-judge, peer pressure and competition, debat soal full time mom, stay at home mom, working mom etc). Untuk para ibu yang ‘tidak sengaja’ kena kampanye kita juga mungkin jadi alternatif untuk mereka, karena seperti punya sahabat pria yang bisa diajak berbagi soal ASI. Jadi sepertinya masa depan cukup cerah, nih, untuk kami, para bapak-bapak ini bikin kampanye ASI.
Itulah yang kemudian menjadi landasan kita ketika kita menyiapkan buku kita #CatatanAyahASI (yang Alhamdulillah ternyata ada yang beli dan baca ;p) dan juga akun twitter @ID_AyahASI dengan gaya bahasa nonformal dan netral.
Mengutip perkataan teman saya, @bangaip, di prakata #CatatanAyahASI: “Kami percaya bahwa setiap orangtua tidak perlu diajarkan cara menangani isu soal anak, karena semua orangtua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya dengan cara masing-masing. Karena itu, kami cukup berbagi tentang pengalaman kami menjadi orangtua yang berusaha tadi. Ada masa kebingungan, panik, melakukan kesalahan, dan membiarkan berbagai buku tertutup rapi, karena reaksi selalu naluriah, tidak text-book“.
Harapan kami, pengalaman kami berdelapan ini bisa jadi materi bacaan santai, rujukan untuk mengenalwhat’s on with other dads tanpa mengintervensi kemampuan ayah lain untuk mengambil keputusan terbaik bagi anaknya”
Mudah-mudahan langkah kecil kami untuk turut mengurus dan membicarakan isu soal ASI dapat mempunyai peran dalam meningkatkan angka menyusui di Indonesia dan bisa menjadi rujukan para ayah dalam mendukung proses menyusui. Semoga.

@sipandu, temannya mimin @ID_AyahASI

KENAPA SUPPORT ASI

@ID_AyahASI dan MommiesDaily bekerja sama untuk menurunkan beberapa artikel terkait ASI dan Menyusui dari sudut seorang Ayah. Artikel ini kami buat dalam rangka World Breastfeeding Week dan Pekan ASI Nasional. Berikut adalah salah satu artikel tersebut. Selamat Membaca.


KENAPA SUPPORT ASI?


Biar terlihat keren di depan para mahmud (mamah muda). Hehehe.
Seriously, selalu bingung kalau diajukan pertanyaan di atas. Memangnya aneh banget, ya, bila seorang pria mendukung istrinya memberikan ASI? Setalah dua tahun membantu istri dan kemudian melihat anak kami tumbuh berkembang sehat hingga sekarang berumur empat tahun, pertanyaan tersebut menjadi tidak relevan buat saya. Mungkin pertanyaannya sebaiknya dibalik, kenapa ada suami yang tidak men-support ASI?
Untuk saya pribadi, ada beberapa hal yang mengakibatkan saya mendukung istri saya untuk mendukung pemberian ASI:

1. Saya ingin berkontribusi bagi keluarga saya. Saya percaya bahwa membangun rumah tangga, termasuk membesarkan anak, memerlukan kerjasama dari pasangan suami istri. Bikinnya berdua, membesarkannya juga bersama-sama, dong. Terlalu sempit bila peranan suami hanya dikotakkan dalam mencari nafkah saja, kemudian dijadikan alasan untuk berleha-leha seusai bekerja. Apa kabarnya istri mereka yang mengandung sembilan bulan, mau mati ketika melahirkan, dan kemudian kecapeanmenyusui anak mereka? Apa kabarnya para istri yang sudah bekerja tapi masih harus terbangun malam hari untuk mompa atau menyusui? Please, deh, hari gini cuma mau ongkang-ongkang kaki dan buka sarung doang .
2. Kenapa ASI? Kenapa nggak? Apakah ada zat nutrisi lain yang lebih baik dari ASI? Komponen dalam susu formula yang paling baik sekalipun, masih belum bisa menggantikan ASI. Semua protein, vitamin, enzim, serta nutrisi ada dalam cairan ASI, dan semuanya GRATIS! Hal yang dibutuhkan hanya kemauan untuk membuka wawasan dan tidak tunduk pada iklan sufor semata.
3. Saya teringat ketika SD, saya melihat ibu-ibu cukup membuka beha untuk menyusui anaknya.Sederhana, praktis, dan mudah namun sangat penuh kasih sayang. Begitu mengesankan. Lalu ketika SMA , saya sering merasa kasihan ketika melihat mahmud sibuk mengeluarkan termos, mengaduk sufor, membersihkan seluruh pernak-pernik lainnya. Ada jarak, ada kasih sayang yang terputus ketika melihat adegan itu. Sekarang mungkin lebih parah lagi, mahmud-nya melenggok dengan blow rambutnya yang jaya, sementara baby sitter-nya sibuk menyiapkan sufor. Heboh, modern, kosmopolitan, tapi hampa. Saya tidak ingin kehampaan itu ada di keluarga saya. Saya ingin menciptakan keluarga yang hangat, dan lewat ASI, saya mencoba mewujudkannya.
Awalnya, saya pikir cuma saya yang ‘aneh’ mendukung istri saya memberikan ASI. Namun, ketika saya dipertemukan oleh lima orang dan kemudian tujuh orang bapak oleh Diba dan Nia dari AIMI, saya yakin, saya tidak sendirian. Setelah sekian lama berinteraksi, saya melihat benang merah di antara kami berdelapan: kami peduli dengan istri-anak kami, dan mau “hands on” dalam hal membesarkan anak. Kami juga pria-pria yang mau membuka diri, dan menurunkan ego dalam persusuan, karena kami berdelapan yakin, apa yang kami lakukan merupakan hal yang terbaik bagi anak dan istri kami.
Kami semakin yakin bahwa banyak para ayah yang mendukung istri dalam memberikan ASI setelah kami membuat akun Twitter @ID_AyahASI. Dari akun yang sama, kami juga menemukan banyak pula para ayah yang menyesal karena membiarkan anak mereka mengonsumsi sufor. Beberapa dari mereka kemudian bertekad untuk full memberikan ASI untuk anak kedua atau ketiga (atau anak pertama dari istri yang lain. Hehehe– jitak, ya *tambahan dari redaksi).
Sekarang, tugas kita bersama adalah mengangkat kesadaran bahwa lumrah adanya bila seorang ayah mendukung istri mereka dalam memberikan ASI. Jabat tangan erat dan tepuk di pundak buat mas bro yang sudah dan akan mendukung istri mereka. Dengan demikian, kita dapat membuat Indonesia jadi lebih baik.

@siadit, mimin @ID_AyahASi yang (konon) suka bikin kopi